Sunday, October 7, 2012

Recovery Process : retak tulang fibula

Seperti post-post sebelumnya tentang perjalanan retak tulang saya, di post ini saya akan summary-kan the whole process nya.

17 Agustus 2012 : jatuh di trotoar Malaka, mata kaki kanan menumpu seluruh badan. Kaki kanan langsung bengkak besar dan biru berhari-hari. Cuma bisa tiduran di kamar hotel aja. Liburan bawa petaka....hiks hiks...
Awalnya dikira keseleo biasa. Tapi bengkaknya gak berkurang setelah 3 hari. Setelah balik ke Jakarta, langsung ke dokter dan di-rontgen.Ternyata ada bagian yang retak di tulang fibula atas mata kaki kanan. Retak sekitar 1/2 cm.

H + 4 setelah jatuh : pasang gips di dokter spesialis tulang. Kata dokter gak perlu dioperasi karena posisi tulangnya masih bagus. Mungkin karena setelah jatuh, saya banyak bedrest, gak dipaksa jalan. Trus juga rajin bebat dengan bandage.

Digips selama 3 minggu. Gips gak boleh kena air, jadi untuk mandi, kaki kanan saya plastikin dan mandi sambil duduk di kursi plastik, kaki dislonjorin di atas kursi juga. Supaya gak sering bengkak, kaki sering-sering dislonjorin, diganjel bantal. Untuk memudahkan mobilisasi di dalam rumah, saya pakai kursi kerja yang beroda. Jadi kaki gak banyak dipaksa dalam posisi berdiri. Trus juga gak berat. Selama 3 minggu itu, saya full di rumah saja. Gipsnya berat, mobilitas terbatas. yaaa..itung-itung nambah liburan...*senyum getir*

minggu ke-1 setelah pasang gips : bengkak kaki mulai mengecil sehingga gips agak longgar. Tapi kata dokter gipsnya masih cukup fitted dan gak longgar banget. Jadi gak diganti gipsnya.

minggu ke-3 setelah pasang gips : gips dilepas. pas dilepas rasanya enteng banget kakinya, seperti gak berkaki. hehe....soalnya selama ini kakinya menahan beban gips yang berat. lalu mulai belajar jalan pake 2 kruk. kaki kanan mulai belajar napak dikit2. besoknya setelah lepas gips, saya langsung masuk kerja.

minggu ke-1 setelah lepas gips : masih membiasakan kaki di-bandage dan jalan pake 2 kruk. belajar pake kruk yang baik dan benar. awal2 masih susah kalau harus naik/turun tangga undakan. tapi lama kelamaan bisa lebih lancar dan lebih kuat kakinya. kaki juga saya latih dengan latihan otot kaki seperti post sebelumnya.

minggu ke-2 setelah lepas gips : dokter bilang untuk coba lepas 1 kruk. Jalan dengan 1 kruk. Jadi kruknya dipake di kaki yang kuat (bukan di kaki yang sakit ya). Supaya beban/tekanan kaki lebih besarnya di kaki yang sehat. Untuk naik tangga tetap kaki sehat duluan. Untuk turun tangga tetap kaki sakit duluan.
Xray lagi. Hasilnya bagus. Sudah keliatan chalus2 menutupi bagian tulang yang retak. Dokter bilang udah bisa latihan jalan tanpa kruk. Tapi saya masih belum terlalu berani.

minggu ke-3 setelah lepas gips : udah terbiasa jalan dengan 1 kruk. Lalu mulai dikit-dikit jalan tanpa kruk. Awal-awal agak kaku. Dokter bilang otot kaki tetap dilatih. Saya tiap hari latihan pakai sepeda statis selama 10 menit. Sekarang udah lebih terbiasa untuk jalan tanpa kruk. Walau masih pincang-pincang. Tapi rasanya lebih bebas. Bisa jalan lagi. Bisa percaya diri lagi pergi-pergi. Tapi memang kaki belum bisa dipaksa. Jadi kalau habis jalan, harus tetap sering-sering dilurusin.

minggu depan (minggu ke-4 setelah lepas gips) : musti kontrol dokter lagi. Kata dokter, kalau hasilnya bagus, itu akan menjadi pertemuan kontrol dokter tulang yang terakhir. yippiiee....!!

Begitu deh perjalanannya. So far udah 1,5 bulan sejak jatuh. Dan saya udah bisa jalan tanpa kruk, naik/turun tangga dikit2. Udah kembali aktivitas seperti sedia kala. Walau masih sedikit pincang-pincang.

Pelajaran yang mahal. Pelajaran yang berarti. Tentang kaki. Tentang kesabaran. Tentang berjalan pelan dan belajar menikmati.

Xoxo.


Monday, September 17, 2012

Cast Away...

Cast away...akhirnya gips / cast yang selama 3 minggu terakhir saya pakai, dilepas oleh dokter.

Cara melepas gips memang agak menyeramkan, dokter memakai gergaji listrik kecil (seukuran pisau dapur) untuk memotongnya. Tapi nggak perlu kuatir, karena di dalamnya dilapisi dulu oleh lapisan besi, jadi yang kerasa di kulit cuma geli-geli aja. Setelah digergaji, biasanya dokter menggunting bagian-bagian gips yang masih bandel.

Pertama kali gipsnya terbuka, kita bisa melihat bagian tubuh yang injured jadi lebih kecil ototnya, istilahnya athrophy. Ototnya mengecil dan melemah. Kalau saya, pas gips di ankle kaki kanan dilepas, rasanya seperti gak punya kaki alias enteng banget rasanya kaki ini. Pas dipakai menjejak lantai, rasanya juga melayang. Ya iyalah, karena sebelumnya kan kaki dibebani gips yang lumayan beratnya.

Kulit di bagian yang tertutup gips juga warnanya lebih gelap (merah kebiruan). Mungkin karena efek bengkak sebelumnya juga.

Episode berikutnya setelah cast away adalah : belajar jalan.
Dokter bilang seminggu ini memang masih harus pakai kruk. Lalu minggu depan mulai belajar pakai kruk 1 saja. Baru setelah itu lepas kruk.

Keesokan harinya setelah gips saya dilepas, saya langsung ngantor lagi. Mau gak mau harus diantar sama supir, gak bisa dulu nyetir sendiri. Kaki langsung belajar napak dan jalan pelan-pelan. Di kolong meja saya kasih dus & bantal untuk selonjoran kaki. Beberapa hari pertama, kaki masih bengkak terus. Kaki juga rasanya masih sakit setiap kali berganti posisi. Misalnya setelah selonjoran lalu menapak. Rasanya masih nyeri dan ngilu. Tapi saya baca-baca, hal itu masih wajar. Bahkan bengkaknya kaki pun masih wajar dan masih akan dialami sampai beberapa minggu ke depan.

Yang pasti, kaki juga jangan dipaksa dulu dengan beban berat. Untuk latihannya pakai Partial Weight Bearing, jadi kaki mulai dilatih untuk menumpu badan, tapi sedikit-sedikit.
Kalau saya, patokannya adalah sampai kerasa sakit. Kalau belum kerasa sakit, masih saya teruskan coba menumpu badan.
Saya juga melatih otot kaki dengan latihan seperti ini. Lumayan banget untuk melemaskan dan menguatkan otot yang udah 3 minggu dipaksa istirahat.



It's been 5 days. Kaki saya makin terasa enak, gak terlalu sakit lagi. I think the recovery process goes well.

Tetap dijaga dengan minum suplemen kalsium & suplemen untuk penyerapan kalsium.
Untuk kulit yang ketutup gips dan sekarang jadi lebih sensitif, rajin-rajin saya oleskan body lotion saja. Karena memang kulitnya jadi sangat sensitif, terasa tipis dan mudah mengelupas.

Begitu deh kira-kira my recovery journey.

xoxo.





Wednesday, September 5, 2012

My GipsExperience

Journey ke Malaka, buat saya berakhir setelah kaki saya keseleo. Saya gak bisa kemana-mana, cuma tiduran di hotel. Perjalanan pulang dari Malaka ke KL ke Jakarta juga benar-benar luar biasa melelahkan, menyakitkan untuk saya.

Singkatnya, di Lebaran hari pertama (20 Agustus) sore, kami tiba dengan selamat di rumah.Orang tua saya langsung menginap di rumah, judulnya nengok dan nemenin saya yang lagi kesakitan.

Seninnya, sebelum pergi silaturahmi ke rumah mertua, ibu saya agak memaksakan saya untuk X-ray dulu, ingin tahu ada apa di kaki kanan saya. Akhirnya kami mampir ke RS dan X-Ray. Sangat mengejutkan saat dokter jaga UGD saat itu bilang bahwa tulang kaki saya ada yg retak. Dia langsung merujuk saya ke Dokter Ahli Tulang (Spesialis Bedah Orthopedi) yang baru ada keesokan harinya.
Saat mendengar 'vonis' retak itu rasanya sedih banget. Kalau cuma keseleo, saya yakin akan sembuh dalam beberapa hari. Tapi bengkak yang gak hilang-hilang dan rasa sakit luar biasa tiap kaki menapak, memang menunjukkan ada yang beda dari keseleo biasa.
Mertua sempat menyarankan diurut saja kakinya di Cimande. Kebanyakan pengobatan tradisional untuk keseleo, retak tulang, patah tulang, memang urut dan obat-obatan tradisional. Kalau dibaca-baca di internet, memang cukup menggiurkan, dengan urut dan ditempel beberapa ramuan, dalam 2 minggu tulang sudah bisa kembali normal. Tapi banyak juga referensi yang bilang, urut tidak selalu bagus. Untuk penyembuhannya pun tidak akan setotal jika ditangani oleh Dokter.
Akhirnya dengan berbagai pertimbangan, kami memutuskan untuk merawat kaki saya secara medis, ke Dokter Spesialis Bedah Orthopedi.

Saya baca-baca, memang jenis spesialisasi Bedah Orthopedi ini adalah profesi yang cukup 'langka'. Beda kalau dibandingkan spesialis penyakit dalam, ginekologi, dokter gigi, dan spesialisasi lainnya. Mungkin karena itulah, pengobatan tradisional untuk tulang sangat menjamur dimana-mana.

Akhirnya kami ke Dokter Spesialis Bedah Orthopedi di RS Bogor Medical Centre (BMC) dengan Dokter Ferry. Begitu melihat hasil X-Ray, dokter bilang memang terlihat retak kecil di tulang di atas tumit kanan saya. Retaknya sekitar 5 cm. Tapi posisi tulangnya masih bagus, tidak menyimpang. Jadi treatmentnya tidak perlu dioperasi, hanya perlu di gips.
Here we go...
Dokter membebatkan perban gips di kaki kanan saya. Beberapa lapis. Kemudian dalam beberapa menit mengering. Dan...rasanya berat... seperti kaki diganduli semen :)
Dan gandulan semen ini harus saya bawa-bawa selama 3 minggu ke depan!. Setelah 3 minggu, baru gips bisa dilepas.
Saat coba jalan dengan kruk (yang dibeli di Malaka :)), keseimbangan saya agak terganggu karena gandulan semen berat itu. Akhirnya untuk mobilisasi di rumah, saya pakai kursi kerja yang ada rodanya. Meminimalisir lompat-lompat dengan kruk.

Masa-masa adaptasi penggunaan gips kira-kira sekitar 2 hari. Gips tidak boleh kena air, jadi untuk mandi pun harus saya plastikkin dan saya mandi sambil duduk supaya gips tidak basah. Yang namanya masa adaptasi, ada fase penolakan, marah, kesal, nyesel. Tapi mau gimana lagi, kalau kata suami, mungkin ini cara Tuhan membuat saya istirahat. Karena mau gak mau, saya nggak bisa ngantor beberapa minggu.

Saya minta ijin dari dokter sampai gips dilepas, jadi saya akan absen kantor 2 minggu penuh.

Saya benar-benar istirahat, gak bisa banyak gerak. Bosannya minta ampun. Tapi manusia bisa adaptasi dan akhirnya saya mulai beradaptasi.
Setelah 10 hari, kaki mulai tidak terasa sakit, bengkak juga sudah mengecil. Bahkan otot kaki kanan yang tidak pernah terpakai lagi selama 2 minggu ini pun jadi mengecil dan lembek.

Teman-teman kantor dan saudara-saudara datang mengunjungi di rumah. Coret-coret di gips saya. Dengan kondisi ini malah rumah kami semacam 'open house' selama beberapa hari. Saya pun mulai terbiasa nerima tamu di rumah.

Dan sekarang pun saya masih 'menghabiskan' masa ber-gips sampai seminggu ke depan. Setelah gips dilepas, kata dokter, saya sudah boleh mulai jalan dikit-dikit dengan kruk. Masih fase penyembuhan yang membutuhkan waktu, kesabaran dan ketabahan.

Somehow, saya yakin ini bagian dari rencana Tuhan dan saya tetap percaya menjalaninya. It's all part of my gipsExperience.


xoxo....

Melacca : The Unforgettable Journey


Semua berawal dari kesialan dan keteledoran (mungkin).
Me & hubby, sedang liburan di Malaka, liburan yg sudah saya plan sejak sebulan sebelumnya. Tiket2 di-book sejak 3 minggu sebelumnya. Liburan ini kami jadwalkan di tanggal 16 - 19 Agustus.

Kamis, 16 Agustus 2012
Kami sampai KL pukul 10an. Karena tujuan liburan ini adalah bersantai, kami pun tidak buru2 langsung berangkat ke Malaka. Cari makan dulu di Bandara, muter2 di Bandara. Tanya sana sini tentang bus ke Malaka. Akhirnya dengan pertimbangan 'ingin nyobain FastTrain', kita milih nyambung 3 kali utk ke Malaka. Walaupun sbnrnya ada bus yg langsung dr bandara LCCT ke Malaka.
Kami beli tiket shuttle bus & FastTrain langsung di counter resmi di bandara, sekitar 10RM / orang. Shuttle busnya sampai stasiun Pasir Tinggi. Trus nunggu Fast Train yg akan membawa kami ke terminal TBS. Fast Train-nya sangat on time & sangat nyaman. Kosong bahkan.
Sampai di terminal TBS kami cari bus ke Malaka. Banyak sekali ternyata rute ke Malaka. Karena mau santai2 dulu, kami beli makan siang dulu di foodhall-nya TBS yg nyaman banget. Setelah makan, baru beli tiket bus. Tiket bus TBS - Malaka sekitar 8RM/orang. Kami langsung ke lantai bawah, busnya on time & cukup nyaman.
Perjalanan KL - Malaka sekitar 2 jam. Kebanyakan melalui toll road. Jadi pemandangannya agak membosankan.

Di Malaka, bus berhenti di Malaka Sentral. Yaitu terminal & tempat perbelanjaan. Karena saat itu menjelang Lebaran, kami memutuskan langsung pesan tiket bus utk kembali ke TBS di hari Minggunya.

Dari Malaka Sentral menuju hotel kami di area Jonker, kami naik taksi.
Prima Hotel Melaka yg saya booking via Agoda ternyata memang budget hotel yg cukup populer di kalangan turis tapi kurang populer di kalangan supir taksi.
Hotelnya nyaman, strategis, plus dpt breakfast. Langka banget ada budget hotel yg menyediakan breakfast. Kekurangannya adalah liftnya rusak bertahun2 dan tdk pernah dibenerin. Jadilah semua penginap harus naik turun lewat tangga darurat.

Hari pertama itu sorenya kami langsung jalan-jalan seputar Malacca River. Dan ternyata krn Malaka adalah kota kecil, banyak obyek wisatanya terkumpul di satu tempat dekat hotel kami, sehingga sore itu sebenarnya kami udah melihat banyak. Dari sungai Malaka, Stadhuys, Gereja Frans Xavier, Jonker Street.
Karena yg terkenal di Malaka adalah Chicken Rice Ball, malam itu kami mencoba restoran yg cukup ramai Famosa Chicken Rice Ball. Tapi ternyata besok2nya hubby nemuin chicken rice ball yg lebih ok dr Famosa itu.



Jumat, 17 Agustus 2012
Setelah sarapan di hotel, kami langsung jalan kaki lagi menyusuri Sungai Malaka. Kali ini krn masih siang, seputar Stadhuys sangat rame rombongan turis. Kami juga foto2 di benteng tua sebrang Stadhuys, ke museum marinir yg ada Kapal Besar banget, trus ke menara Tamping Sari. Tp karena mahal, kami memilih ikut Duck Tour naik mobil amfibi, menuju Selat Malaka. Sepanjang tour bengong aja krn tour guide-nya cuma ngomong pake bahasa Mandarin.

Pulang dr Duck Tour saat mau nyebrang jalan cari makan siang, saat lagi ngomongin tentang parking ticket di dashboard mobil2 disitu, saat lg gak liat jalan....brukkk!! Saya jatuh di trotoar, gak liat bahwa trotoar itu cukup tinggi. Pergelangan kaki kanan sakit banget & gak bisa bangun. Gak pernah saya ngerasain keseleo sesakit itu. Saya bebat pergelangan kaki dengan saputangan seadanya, lalu berusaha jalan terpincang2 ke pool taksi dan naik taksi kembali ke hotel.
Saya merasa ini keseleo yg luar biasa. Tp bagi hubby yg sering keseleo pas main basket, menurutnya keseleo itu biasa.

Dan akhirnya, kaki saya bengkak gede. Dan sisa 2 hari di Malaka, saya cuma tiduran di kamar hotel. Mau nangis rasanya kalau inget itu semua....hanya karena keteledoran kecil *tp kesialan ini belum berakhir disini*

...will be continued in another post...

xoxo

Monday, July 9, 2012

Gondongan : a dilemma

Berawal di awal weekend lalu.
Bru was on his office occation di sebuah gunung dimana susah sekali sinyalnya. Jadi, literally, saya mengungsi di rumah ortu sejak Sabtu. Yang apesnya, ortu juga sedang on trip nikahan sepupu di Jawa. Dan apesnya lagi, kakak & ipar pun full sekali acaranya di Sabtu itu. Jadi rumah besar yang biasanya selalu ramai orang, juga lagi sepi. Literally, saya sendirian sepanjang Sabtu. Keluarga kakak baru balik dari pesta ultah sekitar jam 22.30. Lalu Bapak juga baru kembali (duluan, krn Ibu masih lanjut acara keluarga s/d beberapa hari) sekitar jam 23.30.
Ok, singkat cerita, saya nunggu sampai semua kembali ke rumah. Lalu baru tidur sekitar pukul 24.00

Lalu tiba-tiba sekitar pukul 3.30 saya terbangun dan merasa kesakitan di sekitar leher atas, dekat rahang, tepat dibawah telinga kanan. Pas saya raba, terasa ada benjolan bengkak. Sakitnya membuat saya gak bisa berguling. Akhirnya saya memaksa diri turun ke bawah untuk ambil es di kulkas.
Pagi harinya semua terbangun dengan heran karena melihat leher kanan saya bengkak tiba-tiba seperti itu. Saya tidak bisa menoleh ke kiri, lalu saat mengunyah makanan pun rasanya nyeri sekali.
Semalaman karena gak bisa tidur lagi setelah bengkak itu muncul, saya langsung browsing-browsing tentang gondongan. Ini beberapa hal yang saya dapat tentang gondongan (eng : Mumps).

++++++

Penyakit Mump atau penyakit gondong telah dilaporkan hampir di seluruh belahan dunia, demikian juga di Indonesia resiko anak terkena gondok mungkin masih tinggi. Gondok masih endemik di banyak negara di seluruh dunia, sedangkan vaksin MMR digunakan hanya 57% dari negara-negara yang menjadi anggota Organisasi Kesehatan Dunia, terutama di Negara-negara maju. Dalam Inggris dan Wales, sebuah epidemi gondok yang dimulai pada 2005, telah dilaporkan 56.390 kasus kematian.
Penyakit Gondong atau dalam dunia kedokteran dikenal sebagai parotitis atau Mumps adalah suatu penyakit menular dimana sesorang terinfeksi oleh virus (Paramyxovirus) yang menyerang kelenjar ludah (kelenjar parotis) di antara telinga dan rahang sehingga menyebabkan pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi bagian bawah.

Penyebab dan Penularan
Penyakit ini disebabkan oleh virus Mumps yaitu virus berjenis RNA virus yang merupakan anggota famii Paramyxoviridae dan genus Paramyxovirus. Terdapat dua permukaan glikoprotein yang terdiri dari hemagglutinin-neuraminidase dan fusion protein. Virus Mumps sensitive terhadap panas dan sinar ultraviolet.
Penyakit Gondong (Mumps atau Parotitis) penyebaran virus dapat ditularkan melalui kontak langsung, percikan ludah, bahan muntah, mungkin dengan urin. Virus dapat ditemukan dalam urin dari hari pertama sampai hari keempat belas setelah terjadi pembesaran kelenjar.
Penyakit gondongan sangat jarang ditemukan pada anak yang berumur kurang dari 2 tahun, hal tersebut karena umumnya mereka masih memiliki atau dilindungi oleh anti bodi yang baik. Seseorang yang pernah menderita penyakit gondongan, maka dia akan memiliki kekebalan seumur hidupnya.
Penderita penyakit gondong masih dintakan dapat menjadi sumber penularan selama 9 hari sejak keluhan bengkak ditemukan. Sebaiknya pada periode tersebut penderita dianjurkan tidak masuk sekolah atau melakukan aktifitas di keramaian karena akan menjadi sumber penularan dan penyebaran penyakit anak-anak di sekitarnya.

Tanda dan Gejala
Tidak semua orang yang terinfeksi oleh virus Paramyxovirus mengalami keluhan, bahkan sekitar 30-40% penderita tidak menunjukkan tanda-tanda sakit (subclinical). Namun demikian mereka sama dengan penderita lainnya yang mengalami keluhan, yaitu dapat menjadi sumber penularan penyakit tersebut.
Masa tunas (masa inkubasi) penyakit Gondong sekitar 12-24 hari dengan rata-rata 17-18 hari. Adapun tanda dan gejala yang timbul setelah terinfeksi dan berkembangnya masa tunas dapat digambarkan sdebagai berikut :
Pada tahap awal (1-2 hari) penderita Gondong mengalami gejala: demam (suhu badan 38.5 – 40 derajat celcius), sakit kepala, nyeri otot, kehilangan nafsu makan, nyeri rahang bagian belakang saat mengunyah dan adakalanya disertai kaku rahang (sulit membuka mulut). Kadangkala disertai nyeri telinga yang hebat pada 24 jam pertama..
Selanjutnya terjadi pembengkakan kelenjar di bawah telinga (parotis) yang diawali dengan pembengkakan salah satu sisi kelenjar kemudian kedua kelenjar mengalami pembengkakan. Sekitar 70-80% terjadi pembengkakan kelanjar pada dua sisi.

ini gambar letak kelenjar parotitis itu :


Pembengkakan biasanya berlangsung sekitar 3-5 hari kemudian berangsur mengempis dan disertai dengan demam yang membaik.
Kadang terjadi pembengkakan pada kelenjar air liur di bawah rahang (submandibula), submaksilaris, kelenjar di bawah lidah (sublingual) dan terjadi edema dan eritematus pada orificium dari duktus. Pada pria akil balik adalanya terjadi pembengkakan buah zakar (testis) karena penyebaran melalui aliran darah.

Diagnosis
Diagnosis dtegakkan hanya secara klinis. Diagnosis ditegakkan bila jelas ada gejala infeksi parotitis epidemika pada pemeirksaan fisis, termasuk keterangan adanya kontak dengan penderita penyakit gondong (Mumps atau Parotitis) 2-3 minggu sebelumnya. Selain itu adalah dengan tindakan pemeriksaan hasil laboratorium air kencing (urin) dan darah.



Gondongan, seperti penyakit yang disebabkan oleh virus lainnya, pada dasarnya akan sembuh dengan sendirinya. Biasanya obat-obat diberikan untuk mengurangi gejala-gejala yang menyertainya (misalnya : demam, nyeri, dsb). 
Dampak gondongan pada orang dewasa memang terlihat lebih mengerikan dibanding pada anak-anak. Pada pria dewasa (sudah akil balik), virusnya bisa menyerang testis. Pada wanita dewasa, virusnya bisa menyerang ovarium. 

++++++


Kembali ke kisah saya, seingat saya, Ibu pernah cerita bahwa saya pernah kena gondongan jaman kecil. Jadi  di tubuh saya pastinya sudah ada antibodi. 
Lalu pagi harinya, Bapak mengantarkan saya ke RS terdekat. Dokter umum yang sedang jaga, juga memberi diagnosa : gondongan. Lalu saya diberi obat anti radang, obat anti virus dan vitamin C. 

Setelah minum obatnya, siangnya bengkak itu mengecil dan saya sudah bisa menoleh-noleh. Saya pun berani untuk nyetir pulang ke Sentul. Kondisi badan terasa semakin fit juga. Aneh juga padahal kalau gondongan, mustinya bengkaknya akan tetap.

Seninnya, saya memang tidak masuk kerja, karena dokter bilang untuk kembali cek setelah 2 hari. Senin ini saya memutuskan untuk datang ke dokter THT. Bengkaknya sudah makin mengecil (walau masih ada), mulut saya juga sudah bisa mangap lebar...

Saya ke dokter THT di RS di Bogor. Dokter langsung melakukan pemeriksaan ke seluruh saluran THT, hidung diintip, mulut diintip, telinga diintip. Lalu depan telinga ditekan-tekan. Sudah tidak ada yang sakit. Lalu dari cerita saya dan pemeriksaan yang dilakukan, dokter THT itu memastikan bahwa yang saya alami bukanlah gondongan. Menurut dokter, selain karena sudah ada antibodi gondong dalam tubuh saya karena waktu kecil pernah gondongan, juga dari pemeriksaan, ciri yang saya alami bukan gondongan. Saya tidak demam, depan telinga tidak bengkak/sakit, dan kondisi membaik dengan cepat dengan obat anti radang. Dokter mengatakan bahwa kemungkinan bengkaknya karena otot saja. Dokter THT juga meminta obat anti virus dihentikan saja, tapi obat anti radang tetap diteruskan. 

Jadi....saya bingung sendiri. Memang sebelumnya juga saya percaya gak percaya kalau segede ini saya kena gondongan lagi. Dengan diagnosa dokter THT, saya jadi lebih tenang tapi juga jadi bingung karena terlanjur udah bilang ke kantor kalo saya gondongan...hehehe...

Padahal dari hasil cerita saya ke orang-orang dan juga browsing-browsing, saya baru tahu bahwa banyak mitos pengobatan untuk penyakit gondongan. 
1. Yang paling terkenal adalah dengan mengoleskan daerah yang bengkak dengan blau (pemutih baju). Ternyata penjelasan untuk hal ini adalah : supaya si anak yang gondongan malu kalau mau main keluar rumah, jadi dia istirahat di rumah dan mempercepat proses pemulihan. hehe...ada2 aja ya..
2. Digantungin buah-buah yang bau (ini menurut Bru, waktu dia gondongan jaman dulu, di Magelang). Mungkin penjelasannya juga sama, supaya dia malu keluar rumah dan istirahat aja di rumah.
3. Menurut si bibi (ART di rumah saya, yg orang Sunda asli), kalau gondongan selain dikasih blau, juga bagian yang bengkak dioles-oles dengan nasi yang masih panas. Lalu sisa nasi yang nempel2 itu dibuang dan dikasih untuk makanan anjing. Nah saya bingung nih, penjelasannya gimana untuk mitos yang satu ini. Hehe..mungkin supaya si anak main aja di rumah sama anjingnya dan gak main ke luar rumah? hehehe...

Apapun mitosnya, sukurnya waktu kecil saya gondongan, Ibu saya sebagai tenaga medis nggak menerapkan mitos-mitos percobaan itu ke saya :)
Dan sebaiknya memang kalau ada gejala-gejala serupa gondong, segeralah ke dokter. Karena kalau memang itu gondongan, pengobatan sedini mungkin akan meminimalkan dampak dari penyakit. Kalau memang di kondisi terdesak, gak apa-apa ke dokter umum dulu. Tapi kalau ingin diagnosa lebih detil, lebih baik ke Dokter THT juga. 

Jadi saya bersyukur walau gak mengalami gondongan sampai 2 kali. Bersyukur juga karena bisa dpt istirahat tambahan di hari Senin. Bersyukur juga dengan bengkak yang semakin mengecil.
Semoga memang hanya masalah otot saja :) 

Life's good anyway. God gives certain experience to make us learn more. I do. 

xoxo. 



Saturday, July 7, 2012

one big step : laparoskopi

Laparoskopi adalah teknik bedah minimal invasif menggunakan alat-alat berdiameter kecil untuk menggantikan tangan dokter bedah melakukan prosedur bedah di dalam rongga perut. Kamera mini digunakan dengan terlebih dahulu dimasukkan gas untuk membuat jarak pemisah antara rongga sehingga dapat terlihat dengan jelas. Dokter bedah melakukan pembedahan dengan melihat layar monitor dan mengoperasikan alat-alat tersebut dengan kedua tangannya.Laparoskopi sendiri sebenarnya adalah suatu alat yang berfungsi sebagai teleskop untuk melihat organ dalam pasien. Dengan alat ini, dokter bedah dapat menjangkau organ dalam pasien tanpa harus banyak menyayat kulit pasien. 

Pada bidang ginekologi (kesehatan organ reproduksi wanita),  kondisi yang dapat ditangani dengan teknik laparoskopi antara lain mioma uteri, tumor ovarium, nyeri haid, endometriosis, adenomiosis, infertilitas, sterilisasi tuba, pelengketan saluran tuba, pelengketan organ genitalia, kehamilan di luar kandungan, pengangkatan rahim atau ovarian drilling.
Keuntungan teknik laparoskopi antara lain, kerusakan jaringan lebih ringan, nyeri pasca operasi lebih ringan, lama perawatan lebih singkat, resiko infeksi lebih kecil, sisi kosmetik lebih baik karena sayatan yang minimal, serta masa recovery yang lebih cepat.
My story :
Setelah melakukan pertimbangan matang saya memutuskan untuk melakukan bedah laparoskopi untuk mengangkat kista saya. Sesuai berbagai pertimbangan dan referensi, kami memilih melakukannya di RSCM Kencana. Persiapan-persiapan yang harus dilakukan sebelum operasi ini adalah :
- Melakukan cek laboratorium lengkap sebagai persyaratan standar untuk operasi.
- Konsultasi dengan dokter anesthesi. Karena selama prosedur laparoskopi akan dilakukan bius total selama +/- 2-3 jam. 
- Puasa 12 jam sebelum dilakukannya operasi. 
- Mengosongkan isi perut dengan BAB normal & dibantu obat pencahar supaya usus benar-benar kosong. Karena nantinya rongga perut akan diisi gas. 
Jadwal masuk RS adalah H-1. Karena sudah diberitahu jadwal operasinya, maka jadwal untuk puasa pun juga diatur oleh RS. 
Jadwal operasi saya adalah 28 Mei 2012 pukul 11.00. Cukup ontime, pukul 11.00 saya sudah dibawa ke Ruang Operasi. Yang akan melakukan operasi adalah Dokter Budi Wiweko sendiri selaku obgyn saya di RSCM Kencana tsb. Seingat saya, saya didorong melalui ruangan-ruangan operasi yang seperti di film-film. Lalu masuk ke ruang operasi dengan peralatan yang terlihat canggih. Yang terakhir saya ingat adalah melihat jam di dinding ruang operasi, lalu saya dibius dan tidak ingat apa-apa lagi.
Begitu sadar, saya ada di ruang pemulihan dengan selang oksigen di mulut. Badan terasa lelah dan sakit. Lalu mendengar suara keluarga saya : ibu, ibu mertua dan suami. Mereka sedang berbincang dengan dokter. Lalu saya didorong kembali ke ruang rawat. Proses operasi sendiri sekitar 2,5 jam. 
Selama 12 jam setelah operasi, saya tidak boleh banyak bergerak dan harus di berbaring di tempat tidur. Jadi untuk urusan ke BAK, dipasang kateter. Badan rasanya sakit, terutama di perut. Mungkin karena ada beberapa luka sayatan di perut. 12 jam pertama itu saya benar-benar tergantung pada perawatan keluarga. Makan disuapi di tempat tidur, minum disuapi juga. Menggunakan kateter juga rasanya gak nyaman. 
Besok paginya, sekitar pukul 7.00, kateter sudah dilepas dan saya sudah boleh turun dari tempat tidur. Rasanya aneh, limbung dan terpincang-pincang. Tapi saya sudah boleh mandi, keramas, dsb. Siangnya, saya sudah boleh pulang. 
Luka bekas operasinya ada 4 buah : 1 buah di pusar (sekitar 1 cm besarnya), 1 buah di perut bawah (0,5 cm), 1 buah di perut kiri (0.5 cm), 1 buah di perut kanan (0.5 cm). Semua luka itu ditutup dengan plester anti air. Sehingga setelah pulang ke rumah pun saya bisa mandi seperti biasa. 
Seperti operasi pada umumnya, membutuhkan pemulihan. Seminggu pertama rasanya badan benar-benar sedang bekerja sama memulihkan luka dalam dan luka-luka di perut itu. Rasanya agak tersiksa karena tidak bisa bergerak selincah biasanya. Perut juga rasanya masih kembung akibat gas yang dimasukkan selama operasi. 
6 hari setelah operasi, saya sudah kembali masuk kantor. Walau perut masih sering nyeri kalau duduk terlalu lama. Tapi badan memulih dengan baik. 14 hari setelah operasi, badan saya sudah memulih 75%. Sudah mulai bisa bergerak dengan lincah. Lalu jahitan operasi mulai dibuka. 21 hari setelah operasi saya sudah melakukan tugas ke luar kota. Stamina sudah kembali normal. Sudah kembali bisa nyetir sendiri lagi. 
O iya, biaya untuk operasi Laparoskopi ini di RSCM Kencana adalah Rp 16 juta. Ditambah ini itu dan biaya rawat (VIP) total biaya yang saya keluarkan adalah Rp 32 juta. Cukup mahal ya.... tapi cukup melegakan karena asuransi kantor masih bisa mengcover pengeluaran ini. 
Dari RS kami mendapat CD yang berisi video keseluruhan jalannya operasi dan foto-foto 'jeroan' saya itu. 
Semoga big step ini membawa big step lain pada keluarga kami. Amin.

xoxo. 

Saturday, June 30, 2012

Kista Endometriosis


Sejak awal 2010, saya menemukan bahwa di ovarium saya ada Kista Endometrium dari pemeriksaan USG transvaginal. 
.
Kista Endometrium merupakan suatu pengumpulan cairan yang terjadi pada indung telur / ovarium. Cairan yang terkumpul ini dibungkus oleh semacam selaput yang terbentuk dari lapisan terluar ovarium.
Kista ini bersifat jinak, bisa diketahui dari pengecekan darah CA-125, untuk melihat apakah ada sel-sel kanker berbahaya dalam kista ini.
Kista saya kecil, diameternya 3 cm (ovarium kanan) dan 2 cm (ovarium kiri). Tiap kali ke dokter, selalu dipantau melalui USG transvaginal, dan memang terbukti ukurannya tetap sebesar itu. Tidak bertambah besar namun juga tidak bertambah kecil.

Penyebab Kista Endometrium (atau sering juga disebut Kista Coklat – karena warnanya coklat) sampai sekarang tidak diketahui. Karena pada dasarnya pertumbuhan folikel di ovarium adalah hal yang wajar tiap kali wanita ber-ovulasi. Namun pertumbuhan folikel yang tidak terkontrol inilah yang menyebabkan terjadinya kista.
Ada yang bilang, ada unsur genetic juga dalam pertumbuhan kista. Kalau saya sendiri, terus terang tidak tahu apa penyebabnya. Tapi ada kemungkinan karena setelah keguguran (Mei 2009) saya sempat mendatangi dokter dan saat itu karena kami ingin memulai lagi program hamil, dokter memberikan Profertil yang dikonsumsi selama 3 siklus. Fungsi Profertil untuk membesarkan sel telur. Namun belakangan baru saya ketahui,  menurut seorang dokter, Profertil ternyata juga merangsang endometrium.
Untuk yang punya riwayat endometriosis, biasanya dokter lebih berhati-hati meresepkan obat penyubur. Terakhir saya diberikan Femara (Letrozole) yang sebenarnya adalah obat untuk kanker payudara. Namun efek samping Femara tidak merangsang endometrium.

Kembali ke riwayat endometrium ini, banyak yang bilang mereka yang punya kista endometriosis akan mengalami masalah dalam menstruasinya. Misalnya menstruasi yang berlebihan jumlahnya (misalnya harus ganti pembalut s/d 10 kali sehari) atau kram perut sakit sekali sehingga menghambat aktivitas. Jumlah darah haid yang berlebihan itu disebabkan karena selain luruhnya dinding rahim (seperti menstruasi normalnya) namun juga kista endometrium itu juga berdarah.
Saya sendiri tidak mengalami permasalahan menstruasi se-ekstrim itu. Sejak remaja s/d menikah, haid selalu teratur dan lancar. Maka dari itu, semua dokter yang didatangi menyatakan memang kista ini tidak membahayakan dan tidak perlu dioperasi. Beberapa dokter juga bilang, kista endometriosis ini akan sembuh sendiri kalau hamil. Karena saat hamil, tidak ada ovulasi, artinya tidak ada folikel sel telur yang membesar sehingga kista pada akhirnya akan hilang sendiri. Namun di sisi lain, kista ini sendiri menghambat terjadinya kehamilan. Jadi seperti lingkaran setan yang tidak ada habisnhya.

Selama 2 tahun kami menempuh berbagai jenis pengobatan alternative.
Namun beberapa teman di luar negeri yang juga punya riwayat kista endometrium, menyarankan sebaiknya dioperasi saja. Seorang teman yang punya kista 7 cm, dilaparoskopi kistanya, dan sebulan setelah itu langsung hamil.

Beberapa obgyn memang menyarankan untuk operasi, tapi beberapa obgyn juga tidak menyarankan operasi. Setelah fase ‘bingung’ yang cukup lama dan setelah “berpetualang” untuk mengobati kista kemana-mana, akhirnya kami mendatangi Dokter Budi Wiweko di Klinik Yasmin RSCM Kencana, berkat referensi dari seorang dokter. Dalam pemeriksaan, kelihatan bahwa efek kista ini sudah membuat terjadinya perlengketan di sekitar ovarium. Perlengketan dan efek buruk kista inilah yang menghambat sel telur sehat dan menghambat sperma yang mendekati sel telur.
Prinsip Dokter Budi Wiweko sebagai ahli infertilitas, adalah : menghilangkan dulu segala penghambat infertilitas, baru bisa dilakukan program hamil. Karena itu, dokter ini dengan tegas menyatakan bahwa kista ini sebaiknya segera dioperasi.

28 Mei 2012 lalu akhirnya saya menjalani laparoskopi di Klinik Yasmin RSCM Kencana. Cerita tentang laparoskopi ini akan saya ceritakan di postingan lain.

Singkat cerita, setelah dilaparoskopi, keluarlah kista-kista saya tersebut.
Here’s the pics :
atas : penampakan dari kamera laparoskopi
bawah : penampakan si kista setelah dikeluarkan. warnanya coklat. 




Sekarang, setelah 2 tahun hidup dengan kista, akhirnya ovarium saya bersih. Sekarang saya harus benar-benar menjaga supaya kista ini tidak tumbuh lagi. Dan pastinya harus segera hamil supaya tidak memberi kesempatan kista untuk tumbuh lagi.
One step closer to another. Bless us God.

Xoxo.